Umumnya alat perawatan kesehatan gigi dan mulut yang ada di rumah sakit atau klinik menyatu dengan kursi gigi. Contohnya seperti alat penghisap air liur atau saliva ejector. Saliva Ejector memberi peran penting dalam prosedur perawatan gigi dan mulut supaya tidak menganggu ruang kerja dokter gigi, yaitu rongga mulut. Sebagai contoh saat penambalan gigi berlubang, jika air liur menggenangi rongga mulut dan tidak segera dievakuasi maka dapat mengurangi kekuatan bahan tambal.
Lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada mengembangkan “Septadent” – Saliva Ejector Portable Dental Tools, sebuah peralatan guna menunjang perawatan kesehatan gigi dan mulut yang lebih praktis dengan mobilitasnya yang tinggi. Mereka adalah Nur Halimah Putri (Kedokteran Gigi 2016), Fita Fathya Iriana (Kedokteran Gigi 2017), Adintaka Galih S (Teknik Fisika 2015), Alifta Dea (Teknik Industri 2015), dan Yarabisa Yanuar (Teknik Mesin 2014).
“Ide pengembangan alat ini berawal dari munculnya persoalan dokter gigi, atau mahasiswa kedokteran gigi yang sedang menjalankan KKN atau pengabdian masyarakat, dalam melakukan perawatan gigi dan mulut kepada pasien di daerah yang kurang terjangkau akan sumber tenaga listrik maupun keberadaan kursi gigi,” tutur Adin.
Sementara itu produk yang sudah ada saat ini jauh lebih mahal hingga jutaan rupiah, serta lebih berat sehingga kurang praktis untuk dibawa kemana-mana. Selain itu teknologinya pun kurang mampu mendukung bagi para dokter gigi yang sedang melakukan pengabdian masyarakat karena teknologi tersebut tidak portable sehingga tidak dapat dibawa kemana mana.
Adin menjelaskan bahwa Septadent dirancang dari beberapa komponen yang dibeli secara terpisah, kemudian dirakit dalam suatu packaging, komponen tersebut antara lain adalah vacuum pump , botol vakum, selang infus, pneumatic screw, dental suction dan alat elektronis seperti saklar, kabel, baterai dan lcd sebagai indicator baterai.
“Dalam proses perakitannya, septadent dirakit dengan mepertimbangkan seperti berat agar dapat memenuhi fungsi portable, daya tahan baterai agar dapat memenuhi standar minimal dalam perawatan gigi yaitu 2 jam, serta ketahanan agar piranti yang dirancang tidak mudah rusak ketika tertimpa beban berat ataupun terjatuh,” imbuhnya.
Sebagai safety serta kenyamanan dalam pemakaian, septadent dirancang dengan baterai yang dapat discharge serta indicator baterai agar dapat dimonitoring berapa persen sisa baterai. Untuk mempermudah dalam membawa, septadent dirancang dengan adanya pegangan sehingga mudah dibawa kemana mana.
“Kami merakit septadent ini dengan mempertimbangkan dari segala jenis gejala fisika seperti besar input tegangan, kecepatan sedot dan tinggi head dengan botol. Hal tersebut dilakukan agar septadent dapat berfungsi maksimal layaknya teknologi yang telah ada” tutur Adin.
Dengan adanya septadent ini diharapkan dokter gigi,koas maupun mahasiswa kedokteran gigi yang sedang melakukan pengabdian masyrakat tidak perlu repot-repot untuk melakukan perawatan gigi di tempat yang kurangterjangkau tenaga listrik.