Peraih Perak Presentasi dan Perunggu Poster
PKM Penelitian Sosial Humaniora pada Pekan Ilmiah Nasional XXVIII tanggal 5-10 Oktober 2015
di Universitas Haluoleo
Islam Wetu Telu adalah satu dari sekian banyaknya kearifan lokal yang ada di Nusantara. Komunitas adat ini hidup bersama di daerah Bayan, Lombok Utara, Nusa tenggara Barat. Mereka hidup harmonis di tengah pergolakan zaman dan modernisasi yang menuntut manusia menolak hal-hal tradisionil. “Pantang Melupakan Leluhur” merupakan salah satu bentuk bakti pemeluk Islam Wetu Telu di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada leluhur sekaligus falsafah hidup yang membuat mereka bertahan hingga saat ini. Penelitian dengan judul proposal “Pantang Melupakan Leluhur: Sebuah Tinjauan Filsafat Sejarah Terhadap Pandangan Hidup Pemeluk Agama Lokal Islam Wetu Telu di Lombok, Nusa Tenggara Barat” ini berusaha mengungkap strategi kebudayaan dibalik bertahannya ajaran leluhur dan menganalisis kesadaran historis “Pantang Melupakan Leluhur” pada masyarakat Islam Wetu Telu dengan menggunakan pendekatan hermeneutis-filosofis.
Strategi kebudayaan “Pantang Melupakan Leluhur” merujuk pada kesadaran historis masyarakat Islam Wetu Telu, yang berdasar atas rasa takut dan rasa tanggungjawab terhadap apa yang telah dicapai dan diwariskan oleh leluhur di masa lampau. Hal ini dapat dilihat pada kondisi cagar budaya berupa masjid Bayan Beleq dan makam leluhur yang tetap terjaga meski telah berusia berabad-abad lamanya. Selain itu, meski sekarang tidak lagi melaksanakan praktik peribadatan tiga kali dalam sehari seperti yang dilakukan para pendahulunya, mereka tetap bersikukuh melaksanakan ritual adat sesuai ajaran leluhur.
Sintesis pandangan spiral dan takdir Tuhan pada gerak sejarah Islam Wetu Telu memperlihatkan bahwa “Pantang Melupakan Leluhur” pada masyarakat Islam Wetu Telu merupakan konsep ideal yang sesuai dengan gerak sejarah bangsa Indonesia yang termaktub di dalam Pancasila sebagai identitas bangsa. “Pantang Melupakan Leluhur” juga merupakan bentuk kesadaran historis dan hubungan intersubjektif antara generasi saat ini dengan generasi terdahulu atau leluhur. Rasa tanggungjawab terhadap warisan leluhur juga menggambarkan sebuah nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Wetu Telu, sebuah bentuk rantai hubungan yang tidak pernah terputus antara masyarakat kini dan generasi sebelum maupun sesudahnya.
Penelitian ini berhasil menyabet juara 2 (setara Perak) pada Kejuaraan Pekan Ilmiah Nasional (PIMNAS) ke XXVIII di Universitas Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara pada Kelas Presentasi dan juara 3 (setara Perunggu) pada kelas Poster bidang Penelitian Sosial Humaniora. Artikel juga akan diterbitkan di Jurnal Wisdom Fakultas Filsafat edisi Desember 2015.