Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) UGM melakukan kegiatan sosial pengabdian kepada masyarakat yang berfokus untuk pengupayaan mengubah cara pandang inklusif terhadap penyandang disabilitas serta menciptakan ruang berekspresi yang dikemas dalam bentuk kolaborasi seni tari dan musik di Panti Asuhan Bina Siwi guna menyokong penyamarataan hak-hak penyandang disabilitas dalam berkesenian di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Tim yang di nahkodai oleh Muhammad Jhony Fonsen (Pariwisata, 2020) dengan kolaborasi tim interdisipliner yaitu Revana Sheba Pavita (Ilmu Keperawatan, 2020), Regizki Maulia (Psikologi, 2021), Hakam Tsaqib Hanafia (Sastra Indonesia, 2021), Fahrezy Thomas Pratama (Kimia, 2022) dan didampingi oleh Dr. Hayatul Cholsy, S.S., M. Hum., dosen Fakultas Ilmu Budaya melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan berawal dari stagnasi visi misi dari mitra sasaran, yaitu Panti Asuhan Bina Siwi yang belum sepenuhnya memfasilitasi kebutuhan para penyandang disabilitas, khususnya dalam hal berkesenian. Disebutkan bahwa Panti Asuhan Bina Siwi memiliki visi untuk dapat mensejahterakan anak berkebutuhan khusus dan melatih kemandirian secara terarah yang berkesinambungan dengan tujuh misi untuk dapat menyempurnakan visi yang dicita-citakan. Salah satu dari visi tersebut yaitu mengoptimalkan potensi anak berkebutuhan khusus di dalam panti yang menekankan pada program bina diri, mengadakan kegiatan keterampilan secara berkesinambungan dan terarah sebagai bekal di masa depan. Dua di antara tujuh misi yang disematkan untuk menjadi landasan dasar meraih harapan besar Panti Asuhan Bina Siwi ternyata belum dapat terealisasi secara matang dan optimal.
“Panti asuhan juga sudah berupaya untuk memberikan fasilitas anak-anak berkesenian, tetapi kendala kami adalah tidak mampu mendatangkan pelatih dikarenakan minimnya dana yang kami miliki. Sesuai dengan visi dan misi memang kami bercita-cita mengarahkan kemampuan anak untuk bisa mandiri dan sejahtera, misalkan dengan memberikan pelatihan menjahit, beternak, hingga proses pembuatan telur asin. Hanya saja, untuk kegiatan yang merujuk pada kesenian belum dapat berjalan secara optimal. “Kami sering mendapat kunjungan-kunjungan dari berbagai kelompok untuk kegiatan donatur, semakin kesini saya juga memiliki harapan besar untuk dapat meningkatkan nilai panti dengan membangun identitas yang jelas. Identitas jelas di sini dimaksudkan panti asuhan memiliki karakteristik sendiri, misalkan dengan memberikan tarian penyambutan tamu yang ditarikan oleh anak-anak disabilitas ketika ada kunjungan di momen tertentu. Lagi-lagi memang kendalanya dari segi perekonomian dan SDM kami yang kurang memiliki kompetensi di bidang kesenian, khususnya musik dan tari” Keluh kesah Pak Sugiman selaku Ketua Yayasan Panti Asuhan Bina Siwi, Yogyakarta pada (20/8).
Berangkat dari keresahan dan permasalahan yang ada, kami dari Tim Tok-Show Obah memberikan solusi program “TOK-SHOW OBAH: Self Actualization Difabel dalam Berkesenian melalui Tarian dengan Iringan Mainan Tradisional di Panti Asuhan Bina Siwi, Yogyakarta” dengan tujuan untuk membangun sistem untuk menambah value/karakteristik panti asuhan sebagai identitas, menciptakan ruang berekspresi bagi para penyandang disabilitas, dan menjaga eksistensi sekaligus sebagai ruang aktualisasi diri.
Program ini diusung dengan kolaborasi antara seni musik dan seni tari. Menariknya, tim Tok-Show Obah ini mencoba untuk bereksperimen dengan menggunakan musik pengiring pada tari yang tidak biasa, yaitu dengan menggunakan mainan tradisional berbunyi “Otok-Otok”. Eksistensi mainan Otok-Otok kian menurun oleh adanya dampak modernisasi saat ini. Maka dari itu, muncul langkah solutif untuk dapat meningkatkan kembali eksistensi mainan tradisional, hingga dapat memberikan edukasi bahwa mainan tidak hanya berfungsi sebagai mainan, tetapi dengan kreativitas yang tinggi dapat dikemas menjadi sebuah musik eksperimental.
“Selain murah, mainan Otok-otok ini juga banyak dijumpai di Yogyakarta loo, khususnya Daerah Bantul. Harganya pun terjangkau dan mudah didapat. Yang lebih penting, mainan otok-otok ini bersifat multifungsi. Hitung-hitung juga sebagai bentuk pelestarian mainan tradisional di era yang sekarang” Ucap Hakam atau biasa dipanggil Hatta sebagai salah satu anggota tim kami.
Selain menggunakan iringan yang tidak biasa, ragam gerak tarinya pun bervariasi dari ragam gerak tari biasanya. Dalam karya ini, tim melibatkan ragam gerak dasar gaya Yogyakarta seperti ngeruji, ngithing, dan ukel serta gerak bahasa isyarat untuk dimunculkan sebagai identitas karya, seperti sapaan sederhana “Halo”, “Terima kasih”, dan “Aku cinta kamu”. Melalui gerak tari ini, harapannya mampu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa penyandang disabilitas masih memiliki kemampuan untuk tetap mendapatkan pendidikan dengan metode pengayaan yaitu pendidikan sesuai dengan keterampilan dan kemampuan mereka. Salah satunya dari pelatihan keterampilan menari. “Menariknya, dilihat dari kacamata psikologis, berlatih menari dan bermusik untuk anak penyandang disabilitas khususnya tunagrahita dapat menjadi media terapi lohh” tambah Regizki atau kerap disapa Eqi.
Revana dan Thomas pun menambahkan “Ternyata meski dengan latar belakang yang berbeda, antusiasme mereka dalam berlatih menciptakan karya kolaboratif ini sangatlah tinggi. Yang awalnya kebutuhan mereka kurang terfasilitasi, dengan program ini mereka dapat berkarya, berekspresi, hingga mengaktualisasikan kemampuan diri mereka”. Saat dilakukan pelatihan pun, anak-anak Panti Asuhan Bina Siwi sangat senang mengikuti arahan, menanyakan yang masih dibingungkan, dan selalu tidak sabar untuk mengikuti pelatihan-pelatihan berikutnya. Sambutan hangat selalu diberikan saat tim kembali datang ke panti baik dari pengelola panti, maupun dari teman-teman penyandang disabilitas. Melalui respon positif ini, harapannya program dapat terselesaikan dengan baik sesuai dengan kebutuhan panti asuhan. Tidak hanya sampai pada program selesai sesuai dengan adanya tim PKM-PM ini, tetapi juga dapat menjadi kegiatan yang berkelanjutan sebagai kegiatan wajib ekstrakurikuler dan mampu menjadi identitas karakteristik Panti Asuhan Bina Siwi.