Melalui Program SEAN, Tim PPK Ormawa Himpunan Mahasiswa Pariwisata (HIMAPA) yang berkolaborasi dengan Desa Wisata Institute telah melaksanakan pelatihan Community Based Tourism (CBT) di Desa Wisata Sembrani, Watusigar, Gunungkidul, Jumat (5/7).
Konsep CBT atau yang juga akrab disebut pariwisata berbasis masyarakat ini menjadi salah satu strategi kuat dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Berfokus terhadap partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, CBT bertujuan untuk meningkatkan tiga pilar utama pariwisata, yaitu mensejahterakan ekonomi masyarakat, melindungi lingkungan, dan mempertahankan budaya lokal.
Tri Budianto, anggota kelompok komunitas hortikultura, dalam keterangannya saat sebelum pelatihan, Jumat (5/7), mengungkapkan bahwa konsep pariwisata berbasis masyarakat merupakan isu yang cukup penting untuk dikaji dalam mendukung proses akselerasi perintisan desa wisata.
“Pemahaman saya terkait konsep pariwisata berbasis masyarakat kebetulan masih 40% sehingga adanya pelatihan ini sangat membantu kami, khususnya para kelompok komunitas lokal untuk dapat menerapkan aktivitas pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan,” ungkap Tri.
Dalam pelaksanaanya, pelatihan CBT dibagi menjadi dua sesi yang dibuka dengan pengisian pre-test dan dilanjutkan dengan pemaparan materi selama kurang lebih tiga puluh menit. Kemudian, dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dipimpin oleh Hannif sebagai pembicara dan diakhiri dengan pengisian post-test.
Mengusung tema, “Membangun Desa Wisata melalui Pemberdayaan Masyarakat”, Hannif, selaku founder dan CEO Insanwisata serta founder dan CMO Desa Wisata Institute, memaparkan prinsip-prinsip mendasar terkait bagaimana cara membangun sebuah desa wisata, keterkaitan masyarakat dan posisinya, serta dampaknya hingga isu-isu strategis yang saat ini menjadi topik hangat dalam kancah pariwisata.
Kemudian, sesi diskusi dibuka dengan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh masyarakat, salah satunya adalah topik terkait bagaimana tahapan yang tepat dalam pengembangan sebuah desa wisata rintisan yang dapat memaksimalkan potensi masyarakat lokal dan penerapan keberlanjutan di masa mendatang.
“Alhamdulillah, pelatihan tadi sangat berharga bagi kami, di mana hal ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat terkait bagaimana peran dan pemberdayaan masyarakat lokal dalam pengembangan sebuah desa wisata rintisan. Selain itu, kami sangat memerlukan kehadiran dari sosok akademisi, yaitu teman-teman mahasiswa UGM untuk dapat membantu proses akselerasi ini.” ungkap Tri, Jumat (5/7).
Kehadiran pelatihan pariwisata berbasis masyarakat dinilai sebagai salah satu pendekatan yang cukup efektif dalam memperkuat potensi lokal sekaligus upaya melindungi warisan budaya dan lingkungan. Melalui pelatihan ini, masyarakat tidak hanya dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam sektor pariwisata, tetapi juga sebagai sarana menambah pengetahuan baru dalam mendukung pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.
Dukungan yang berkelanjutan terhadap pelatihan semacam ini tentu dapat memberikan manfaat dalam jangka panjang, khususnya bagi komunitas lokal, seperti sarana promosi pariwisata serta membangun kesadaran akan pentingnya konservasi lingkungan yang berkelanjutan dalam upaya pengembangan industri pariwisata.*(wf/krm)