Selama ini, tingginya harga pakan komersial menjadi permasalahan para pembudidaya ikan. Kendala tersebut kerap menjadikan produksi perikanan lewat kegiatan budidaya cenderung stagnan. Problematika tersebut menjadi pemantik bagi mahasiswa Fakultas Pertanian yang tergabung dalam Tim PPK Ormawa KMIP (Tim AquaPower), untuk memanfaatkan maggot sebagai bahan baku pembuatan pakan ikan. Pelet ikan berbasis tepung maggot menjadi solusi inovatif yang ditawarkan Tim AquaPower untuk menggantikan pakan komersial di Desa Sumberharjo. Harga produksi pakan yang lebih murah dan kandungan nutrisi pakan yang tinggi menjadi alasan dibalik pemilihan maggot sebagai pakan alternatif.
Sepanjang bulan Juli—Agustus, Tim AquaPower telah melakukan percobaan (trial and error) serta produksi skala kecil pakan pelet tepung maggot. Percobaan tersebut tentunya memiliki lika-likunya tersendiri. Mulai dari kekeliruan saat formulasi, rumitnya pemilihan bahan mentah yang sesuai standar nan stabil, sampai kegagalan dalam membuat pakan yang dapat mengapung dan mempertahankan strukturnya, telah dilalui oleh Tim AquaPower.
“Pada uji coba produksi pakan yang pertama kalinya, kami menemui kegagalan perdana. Saat itu, tim kami membuat pakan dengan formulasi pertama. Namun, saat kami melakukan uji proksimat pada pakan tersebut, hasilnya belum memenuhi standar minimum nutrisi yang kami inginkan. Kadar protein yang kami dapatkan pada pelet batch pertama hanya berkisar 25—28%, sedikit lebih rendah dari target dan standar kami, yaitu sebesar 30—35%. Hasil tersebut belum memenuhi kriteria pakan untuk mendukung pertumbuhan ikan nila yang dipelihara.” ujar Samuel Kristo selaku Project Manager (18/08).
Kadar nutrisi pakan menjadi salah satu hal krusial dalam pembuatan pakan alternatif berbahan dasar maggot. Ikan air tawar memerlukan kadar protein pada tingkat tertentu untuk membantu proses metabolisme tubuh, pergerakan, dan pertumbuhannya. Apabila kadar protein minimal harian tersebut tidak dicapai, ikan yang dipelihara pun akan mengalami kesulitan untuk tumbuh, bergerak, atau melakukan proses reproduksi. Oleh karena itu, Tim AquaPower berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tingkat nutrisi yang sesuai dan dibutuhkan oleh ikan.
Pemilihan bahan mentah untuk produksi pakan maggot juga tidak kalah rumitnya. Perbedaan bahan baku saat produksi dapat mempengaruhi hasil akhir sebuah pakan, walaupun formulasi yang digunakan sama persis. Kestabilan kualitas bahan baku ini menjadi salah satu dari tiga challenge terberat yang dihadapi oleh Tim AquaPower.
“Untuk membuat pakan, pemilihan bahan baku yang digunakan juga tidak bisa sembrono. Perbedaan supplier bahan baku juga berpotensi untuk merubah kadar nutrisi yang terkandung pada pakan, sehingga diperlukan supplier bahan [baku] yang memang sudah terpercaya dan memiliki standar jual. [Kami] harus berhati-hati dalam memilih bahan baku.” lanjut Samuel saat ditanyakan lebih lanjut mengenai tantangan yang ditemui.
Tantangan dan kegagalan Tim AquaPower dalam menjalankan programnya tidak berhenti sampai di situ. Sesaat setelah Tim AquaPower menemukan formulasi pakan dengan kadar protein yang sudah sesuai dengan standar, datang lah badai baru. Pakan pelet yang dihasilkan belum memiliki daya apung yang baik dan mudah hancur pada air. Kejadian ini memaksa Tim AquaPower untuk memutar otak agar masalah baru tersebut dapat diatasi tanpa merubah kadar protein yang telah ada dan sesuai sebelumnya.
“Gara-gara gak [bisa] mengapung lama dan mudah hancur, bahan yang kami gunakan harus kami ganti dengan [bahan dan metode] yang lain. Perekat (progol) yang kami gunakan masih kurang efektif untuk menahan pelet agar tidak bursting, jadi kami menggantinya dengan tepung tapioka. Bahan-bahan yang masih banyak mengandung serat kasar dan residu juga ambil peran dalam kendala ini. Serat-serat kasar dan residu tersebut membentuk rongga-rongga pada pelet yang membuatnya lebih cepat hancur.”
Sementara itu, Samuel Kristo mengklaim bahwa pakan pelet yang dihasilkan tidak bisa mengapung karena pengaruh pada proses penggilingan dengan extruder yang belum maksimal. Proses penggilingan menggunakan extruder ini disinyalir menaikan suhu pakan. Kenaikan suhu tersebut dapat membantu pakan yang dihasilkan mengapung sempurna. Namun, menurut Samuel, daya apung yang dimiliki oleh pakan pelet yang dibuat tidak terlalu buruk dan masih bisa ditolerir.
Setelah melalui berbagai macam rintangan dan kegagalan, saat ini Tim AquaPower telah menemukan formulasi yang sudah sesuai dengan standar dan siap untuk diaplikasikan kepada masyarakat sasaran di Desa Sumberharjo. Selanjutnya, Tim AquaPower akan melakukan pelatihan pembuatan pakan pelet berbasis maggot kepada kelompok masyarakat sasaran dan pembuatan kemasan pakan. Anggota tim yang bertugas telah menyusun dan mempersiapkan berbagai alat dan bahan yang diperlukan untuk pelatihan dan proses produksi pelet secara massal.
“Berbagai alat dan bahan sudah kami siapkan sebelum eksekusi pembuatan pelet dilakukan. Proses pembuatan pakan ini memerlukan berbagai alat dan bahan yang terkadang stoknya tidak tersedia di toko dan laboratorium”, ujar salah satu anggota tim, Muhammad Jundul Salimmus Shirot, yang terfokus pada pembuatan pelet maggot.
“Segala kegagalan yang kami alami selama pembuatan pakan ini kami jadikan sebagai sarana untuk kami berproses sambil mengasah kemampuan kami untuk memecahkan masalah maupun force majeure yang kami temui di sepanjang jalan.” tutup Samuel Kristo (18/08).
Penulis: Abraham Renjaro Tarigan, Mahardika Bella Pertiwi, M. Riski Ramadhana.