Gadjah Mada Aerospace Team (GMAT) menorehkan sejarah anyar. Dalam laga pertamanya di United States Student CanSat Competition, mereka telah berhasil mencapai peringkat ke-11 dunia. Kompetisi bergengsi ini diselenggarakan oleh American Astronautical Society (AAS) pada 14-16 Juni 2019 silam di Tarleton State University.
Untuk berlaga di Negeri Paman Sam, GMAT mengirimkan divisi muatan roket yang bernama Tim Gathotkaca. Tim itu digawangi oleh Muhammad Dyffa, Kenrick, Afif Aryandana, Abdillah Fajar, Yusuf Habibi, Putra Perdana Haryana, dan Ivan Ega Pratama.
“GMAT baru pertama kali berpartisipasi di event ini. Kami ingin step up the game, mengingat tim lain dibawah Subdit Kreativitas sudah banyak yang berkompetisi di tingkat internasional. Partisipasi kami sendiri juga tidak hanya ikut-ikutan, tapi jerih payah dari seluruh tim, akhirnya membuahkan prestasi yang layak dibanggakan,” ungkap Kenrick, Ketua Manajemen GMAT.
Kenrick menuturkan bahwa keikutsertaan GMAT dalam kompetisi tahunan ini sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu. Namun, biaya non teknis yang harus dikeluarkan sangat besar sehingga perlu banyak persiapan dan baru bisa terlaksana tahun ini.
United States CanSat Competition adalah lomba muatan roket, dimana muatan sendiri membawa sensor tertentu yang datanya diolah untuk ditampilkan di layar stasiun ground control. Berat muatan roket, imbuh Kenrick, dibatasi maksimal 500 gram sehingga pemilihan tiap komponen yang terpasang harus benar-benar dipertimbangkan.
Kompetisi ini diawali dengan seleksi berkas pendaftaran kemudian tahap Preliminary Design Review (PDR) dimana setiap tim menyusun konsep awal mengacu pada mission guide yang diberikan. Selanjutnya tahap Critical Design Review (CDR) yang menuntut rampungnya proses manufaktur muatan roket. Seleksi tahap CDR dilakukan dengan presentasi melalui teleconference dengan para juri dari US Naval Research Laboratory.
Untuk meluncurkan roketnya, setiap tim harus berhadapan dengan Flight Readiness Review (FRR) dimana tim yang tidak memenuhi syarat, tidak diperkenankan untuk meluncurkan roket. Dari 93 total tim yang berlaga, hanya 38 tim yang berhak meluncurkan roketnya, salah satunya Tim Gathotkaca.
“Muatan roket diterbangkan bersama roket dan mencapai titik puncak di ketinggian 800 meter. Setelah mencapai ketinggian tersebut, maka antara roket dan muatan harus separasi. Misi tahun 2019 adalah auto-gyro deployment dimana roket dari ketinggian 800 meter ke 400 meter memanfaatkan sistem parasut, kemudian dari ketinggian 400 sampai jatuh memanfaatkan sistem baling-baling,” jelas Kenrick.
Selama peluncuran, data ditampilkan secara real-time kemudian data diolah untuk dipresentasikan pada Post Flight Review. Pemenang ditentukan oleh tingkat keberhasilan sistem descent control yang dirancang sesuai ketentuan misi.
Kenrick mengungkapkan bahwa capaian ini merupakan sebuah awal dari prestasi baik yang bisa ditorehkan GMAT di CanSat Competition berikutnya. Peringkat ini juga merupakan pencapaian terbaik untuk tim dari benua Asia. (krm/nfs)