Mukhammad Ardafillah mungkin tidak pernah menyangka ia dan timnya akan meraih emas presentasi di PIMNAS 29. Di awal, timnya tidak terpilih untuk menjadi kontingen UGM di PIMNAS. Namun, nasib baik pun datang. Salah satu tim PKM-PSH yang menjadi perwakilan UGM mundur. Singkat cerita, Ardafillah dan timnya mendapatkan kesempatan untuk menggantikan tim tersebut.
“Kaget dan senang. Saya menganggap kesempatan tersebut sebagai kesempatan emas yang harus saya ambil dan perjuangkan sebaik mungkin. Semangat saya justru terpacu untuk menjadi yang terbaik saat PIMNAS dan membuktikan kepada reviewer yang dulu memonev saya dan rekan bahwa kami sangat layak untuk ada di PIMNAS dan keputusan reviewer adalah salah tidak menempatkan kami berada di calon peserta PIMNAS,” kata Ardafillah.
Ardafillah pun langsung ‘tancap gas’. Dengan waktu persiapan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan tim lain, Ardafillah dan tim yang seluruhnya merupakan mahasiswa Fakultas Hukum tersebut memanfaatkan sebaik-baiknya waktu yang ada untuk menyelesaikan poster, artikel ilmiah, dan laporan akhir.
“Mepet, Iya! Namun, sekali lagi gelora semangat kami kala itu meledak dan ingin membuktikan bahwa untuk kategori PSH kami sangat layak bersanding dengan kontestan lain di PIMNAS,” ujarnya berapi-api.
Lain halnya dengan Harry Miyosi dan timnya dari PKM-PE. Sempat mau mundur karena ketua dan salah seorang anggota timnya berhalangan hadir, tim tersebut justru meraih emas presentasi di PIMNAS 29 kemarin. Penelitian mereka tentang magnet elastis mendapatkan apresiasi tinggi dari dewan juri sehingga mereka berhasil mendapatkan nilai tertinggi di kelas mereka.
“Ada kabar bahwa ketuaku dan tim masuk. Terus (anggota) kelompok mulai saling berkomunikasi. Yang bisa berhubungan cuman tiga orang saat itu: aku, mbak Tanty dan mbak Yeti. Memang saat itu mbak Tanty sempat ingin mengundurkan diri. Kebetulan saat menanyakan kesiapan tim, aku sedang di laboratorium untuk urusan PKM juga waktu itu. Saat malam pak AAS menanyakan ulang, aku secara pribadi tetap optimis maju. Yang membuatku optimis maju karena dosen pembimbing menganggap bahwa ideku itu bisa diterapkan untuk inovasi ke depan,” kenang Miyosi.
Sama seperti Ardafillah, Miyosi pun harus berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan laporan akhir, poster, slide presentasi, dan artikel ilmiah. Bahkan ia dan kawan-kawannya tidak tidur di malam hari untuk menyelesaikan hal tersebut. Ia pun sering mendapatkan masukan dan kritikan. Menurutnya hal itu justru menjadi pelajaran berharga baginya dan tim.
“Kesannya banyak mendapat pelajaran, terutama dalam meng-handle masalah yang bertumpuk dan kritikan pedas orang lain. Dapat kritikan dari orang lain jangan membuat diri makin down tapi sebagi cambuk untuk berdiri tegap,” pungkasnya.
Diambil dari Buletin Nawala Kreativitas Edisi 08/2016