Lebah merupakan serangga kecil dengan berbagai manfaat terutama madunya. Ternyata lebah memiliki berbagai produk lain yang juga tidak kalah bermanfaat dari madu, seperti propolis, bees wax, bee pollen, dan bee venom. Bee venom merupakan racun yang dikeluarkan lebah ketika menyengat. Sengat lebah merupakan bentuk perlindungan diri lebah yang cukup ditakuti. Apabila terkena sengat lebah, tubuh akan menjadi bengkak dan rasanya sakit. Namun siapa sangka, sengat lebah ini ternyata bisa juga dijadikan obat. Hal inilah yang dikembangkan oleh 3 mahasiswa UGM di bawah bimbingan Dr. drg. Juni Handajani, M.Kes., Ph.D. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Urfa Tabtila dan Swastiana Eka Yunita dari Fakultas Kedokteran Gigi serta Muhammad Abil Pratama dari Fakultas Peternakan.
“Saat ini sudah banyak terapi sengat lebah, khasiatnya banyak dan sudah sering dijadikan sebagai pengobatan alternatif, namun terapi dengan cara disengatkan langsung ke tubuh ini dapat menyebabkan lebah mati. Selain itu, kadar racun lebah yang dimasukkan ke dalam tubuh pun tidak dapat dikontrol,” papar Swasti.
Alasan tersebut memacu mereka untuk mengembangkan sengat lebah ini menjadi sebuah gel yang lebih ramah pada tubuh dan juga tidak menyebabkan lebah mati. Gel ini lebih lanjut mereka gunakan sebagai obat yang dioleskan pada luka di mukosa mulut pasca operasi gusi. Operasi gusi merupakan perawatan yang banyak dilakukan untuk mengembalikan gusi yang sudah terkena penyakit parah. Prevalensi penyakit gusi ini cukup tinggi di Indonesia, yaitu mencapai 96,58%.
“Sengat lebah mengandung berbagai macam protein, yang paling banyak adalah melittin. Melittin ini apabila digunakan pada dosis yang tepat akan memiliki efek kesehatan yang baik, salah satunya dapat berfungsi sebagai antiinflamasi dan dapat mempercepat regenerasi sel, efek inilah yang kami manfaatkan untuk dibuat gel yang diharapkan dapat mempercepat penyembuhan luka pasca operasi gusi,” lanjut Swasti.
Gel bee venom ini dibuat dari serbuk bee venom yang didatangkan langsung dari Swedia. Serbuk ini didapatkan dari spesies lebah Apis mellifera yang merupakan lebah paling jinak dan juga produktif sehingga cocok untuk digunakan pada penelitian.
“Bee venom ini dikumpulkan menggunakan alat otomatis yang bekerja dengan cara menyetrum lebah selama beberapa detik, sehingga bee venom dapat keluar tanpa membunuh lebah, cara ini lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan langsung menyengatkan lebah pada tubuh dimana lebah akan mati apabila sengatnya lepas,” tambah Abil.
“Saat ini, kami masih mengujikan obat ini secara in vivo pada tikus. Ke depannya kami harap dapat terus mengembangkan penelitian ini hingga menjadi gel yang teruji secara klinis sehingga dapat menjadi obat paten yang dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan luka pasca operasi gusi pada manusia,” pungkas Urfa.