UGM berhasil mendulang prestasi dalam gelaran final Indonesia Esports League (IEL) University Super Series yang diselenggarakan pada 11-12 Juni 2020 lalu. Tim Esports UGM berhasil menyabet juara 1 pada cabang DotA 2 setelah menang telak 2-0 atas Kwik Kian Gie School of Business pada pertandingan grand final. Sementara itu untuk cabang Free Fire, UGM mengamankan posisi ke-4 dari delapan tim yang bertanding.
Tim DotA 2 UGM yang juga dikenal sebagai UGM PRIDE ini berhasil melaju ke babak grand final setelah menang telak dengan skor 2-0 atas Tim Esports Universitas Indonesia (UI) pada babak final empat besar yang diadakan pada 11 Juni 2020.
“UGM PRIDE sendiri personilnya berasal dari 2 tim berbeda yang sering memenangkan kompetisi. Melihat IEL ini, kami pun memutuskan untuk menggabungkan kekuatan demi memperkuat tim UGM,” kata Erwin Ginting (Fakultas Hukum) selaku personil dari UGM PRIDE.
Erwin mengungkapkan bahwasanya tim yang turut diperkuat oleh Hasyim Muhammad (Fakultas Teknik), Michael Edrick (FMIPA), Muhammad Amin (Fakultas Ekonomika dan Bisnis), Julian Edo Hartono (FMIPA), Cahya Bela Nuswantara (Fakultas Ilmu Budaya) ini dibentuk pada September 2019 silam, yakni tepat sebelum kualifikasi IEL dibuka.
Secara garis besar, pola permainan DotA 2 mirip olahraga konvensional yakni catur. Perbedaannya adalah pada permainan catur, satu pemain mengendalikan semua bidak (prajurit, ratu, raja, kuda, dan benteng), sementara pada DotA 2, masing-masing bidak dikontrol oleh satu orang pemain. Dalam DotA 2 sendiri, terdapat 5 bidak yang kemudian diistilahkan sebagai hero. Tugas hero ini sederhana saja, yakni menghancurkan base atau markas tim lawan.
“Disinilah letak keasyikan permainan DotA 2, setiap hero memiliki fungsi permainan masing-masing. Ada yang bertindak sebagai penyerang utama, pelindung tim, pendukung penyerang atau bisa juga sebagai penyembuh dari serangan dan mengembalikan keadaan pertempuran,” imbuhnya.
Mirip seperti permainan catur, sebelum pemain dapat menghancurkan markas lawan, pemain pun dituntut untuk merubuhkan satu persatu benteng/menara penyerang dari lawan. Nanti ketika semua benteng tersebut habis, barulah pemain bisa masuk ke lingkungan kerajaan dan menghancurkan markas lawan.
(foto: Instagram @esportsleagueid)
Sementara itu dari tim Free Fire, keberhasilannya dalam mengamankan posisi ke-4 pada grand final dirasa sudah lebih dari cukup, walau kenyataannya perbedaan skor mereka dengan sang juara 3 sangatlah tipis. “Kami sangat kesulitan sewaktu membentuk tim di awal dulu karena memang peminat Free Fire di UGM tidak banyak. Jadi, walau kami juara 4, kami sudah merasa cukup,” kata Apriliandi (Sekolah Vokasi) selaku kapten dari Tim Free Fire sekaligus Ketua UGM Esports Community.
Selain Apriliandi, Tim Free Fire UGM sendiri turut diperkuat oleh Ilham Syach Reza (Fakultas Kehutanan), Bambang Abdullah (FEB), Ghulam Saaf (Fakultas Peternakan), dan Dian Anggraini (Fakultas Farmasi). Senasib dengan UGM PRIDE, Tim Free Fire UGM baru terbentuk tepat sebelum kualifikasi IEL dimulai.
Sedianya, gelaran final dan grand final dilaksanakan secara terpusat di Ligagame Esports Arena di Jakarta Barat pada tanggal 11 April 2020. Namun dikarenakan pandemi Covid-19, pelaksanaan terpaksa ditunda dan digelar. “Saya sangat mengkhawatirkan koneksi internet sebab esports sendiri sama halnya dengan olahraga biasa, koordinasi antaranggota itu penting demi kelancaran permainan. Beruntung, selama permainan kemarin tidak ada kendala fatal untuk koneksi,” imbuh Apriliandi.
Di kesempatan yang berbeda, Abyzan Syahadin (F. Isipol) selaku founder dan pengawas dari UGM Esports Community, pun turut mengapresiasi kemenangan UGM dalam IEL – University Super Series ini. “Esports ini bidang baru, di mana pun itu, termasuk di UGM sendiri sebagai sebuah institusi pendidikan. Untuk itu, kemenangan tim UGM pada gelaran esports nasional, antarperguruan tinggi pula, merupakan sebuah terobosan prestasi,” kata Abyzan.
Indonesia Esports League – University Super Series sendiri merupakan turnamen esports bertaraf nasional resmi yang diadakan di bawah supervisi Komite Olimpiade Indonesia, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dan IESPA (Indonesia Esports Association). Pada 2020 ini, IEL telah menginjak gelaran musim kedua yang melibatkan 24 universitas se-Indonesia, berbeda dari musim perdananya yang hanya 12 universitas se-Jawa. Dari ke 24 universitas tersebut, UGM dan UI menjadi duo PTN yang selalu mencuri spotlight. Akan tetapi, hanya UGM-lah yang berhasil memperoleh kemenangan pada seluruh cabang lomba. (krm/nfs)